Pertandingan bola antara Dursasana dan Cakil ternyata ramai sekali.
Belum ada seorang pun merasa pernah menonton wayang kulit maupun wayang
orang, yang Dursasana bisa ketemu perang sama Cakil. “Satunya tinggi
besar…seperti pemimpin…di mana itu…?” “Iya aku tahu…tahu. Dan satunya
kecil-kecil. Dagu panjang maju… seperti…pokoknya salah satu orang
terkaya…haha….”
Bisa ditebak, kisah satire itu menyentil siapa. Dursasana dan Cakil
di tulisan itu merepresentasikan siapa? Bisa Anda tebak. Atau tidak
ingin menghubungkannya dengan siapapun kecuali sosok Dursasana dan Cakil
yang tokoh wayang juga tidak apa-apa. Toh Tejo juga membawa cerita ini
ke arah semau dia. Loncat sana, loncat sini.
Demikian Sujiwo Tejo menuliskannya dalam tajuk “Hujan Bola di Negeri
Orang, Hujan tangis di…”, termuat dalam buku Ngawur karena Benar yang
merupakan kumpulan tulisan. Seluruhnya ada 37 tulisan, dan pernah dimuat
di sejumlah media sepanjang 2010-2011. Dalang Mbeling ini menggabungkan
lakon-lakon dalam wayang, atau hanya mencomot tokohnya, lantas
disambungkan dengan peristiwa yang sedang panas saat itu.
Sujiwo Tejo adalah Presiden Jancukers dari Republik Jancukers, sebuah
gerakan di dunia maya yang mengusung kejujuran, dan menolak
bersantun-santun ria kalau bukan itu yang ada di hati. Melalui buku ini,
dia menyatakan “berani karena benar” tak lagi istimewa. “Ngawur karena
benar”-lah yang sekarang istimewa.
Ngawurisme ala mbah Tejo bermula dari palsunya kesopanan dan tata
krama yang selama ini diagung-agungkan. Jancuk sebagai akarnya. Ketika
sebuah tujuan tidak bisa dicapai karena terlalu banyak tata krama, cara
satu-satunya adalah ngawur.
Ngawur di sini bukan berati arogan ataupun urakan yang sifatnya
anarkis. Ngawur di sini maksudnya adalah keluar dari pakem. Tidak sesuai
dengan aturan formal-prosedural yang ada. Dan mbah Tejo sendiri lebih
menyukai cara yang ngawur namun tidak munafik dibanding santun namun
munafik.
Isi buku ini adalah satire yang mbah Tejo ungkapkan dengan
menyangkutpautkan kisah dunia perwayangan baik Ramayana maupun
Mahabharata dengan kemelut yang terjadi Di Indonesia. Beberapa judul
yang menarik adalah “Burisrawa Berwajah Gayus”, “Yudhistira Naik-naik ke
Puncak Gaji”, “Memasuki Milenium Sengkuni”, dan maih banyak lagi.
Memang, mayoritas isi pemikiran buku ini cenderung liberal bagi saya.
Namun alasan kuat yang membuat saya membeli buku ini adalah kisahnya
yang diambil dari kisah pewayangan. Mengingat masa kecil saya sudah
sangat akrab dengan kisah wayang. Dulu bapak saya selalu bercerita
tentang wayang. Tak jarang pula saya diajak menonton wayang meski
akhirnya tertidur di tengah cerita.
Jadi, buku ini cocok sebagai referensi untuk mengenal karakter wayang tanpa melupakan kemelut yang terjadi di negeri ini.
Judul Buku : Ngawur Karena benar
Pengarang : Sujiwo Tejo
Jumlah Halaman : 247 halaman
Bulan, Tahun Terbit : Cetakan pertama, Februari 2012