Saturday, July 8, 2017

Jenius dari Indonesia, Dwi Hartanto bisa jadi the next Habibie

Tak menyangka ketika suatu siang hari, saat dirinya lagi asyik melakukan penelitian di laboratorium kampusnya di Belanda, ponselnya tiba-tiba berdering. Melihat nomor di layar, dia tahu bahwa nomor itu berasal dari luar negeri.

’’Si penelepon hanya bilang, Bapak ingin bertemu dengan Anda. Saya sempat bingung, siapa Bapak yang dia maksud,’’ cerita Dwi ketika ditemui setelah pembukaan Visiting World Class Professor, forum pertemuan diaspora dari berbagai negara, di Jakarta.

Sambil memendam rasa penasaran, Dwi mencari tahu siapa ’’Bapak’’ yang ingin bertemu dirinya itu. Usut punya usut, ternyata orang yang menelepon tersebut adalah petugas protokoler mantan Presiden B.J. Habibie. Dan, yang dimaksud ’’Bapak’’ itu tak lain adalah BJ. Habibie sendiri yang di dunia Internasional dikenal dengan Mr.Crack.

Pria asal Jogjakarta tersebut sempat berpikir ada apa gerangan tokoh sekaliber Pak Habibie ingin menemui dirinya. Selang beberapa lama, pertemuan dua generasi antara Dwi Hartanto dan Habibie pun terlaksana awal Desember lalu.

Pertemuan nonformal dan santai itu berlangsung di sebuah restoran di Den Haag, Belanda.

Tentu Dwi Hartanto bukan orang yang sembarang bila Ilmuwan sekaliber Habibie sampai begitu menggebu-gebu ingin menjumpainya di Belanda.Bagaimana tidak istimewa, saat ini Indonesia sedang merancang bangun pesawat tempur generasi 4,5 dengan negeri Korea yaitu KFX dan IFX, itu pun bila sukses sudah cukup mencengangkan dunia karena lompatan teknologi yang di tempuh para insinyur Indonesia di mata dunia.

Apalagi bila penemuan pesawat tempur generasi ke 6 yang sedang di kembangkan Dwi Hartanto di kembangkan juga di Indonesia. Padahal teknologi pesawat tempur paling canggih sekarang baru pada generasi ke 5 seperti yang dimiliki USA dan Rusia.

Pesawat generasi ke 6 yang akan dikembangkan Dwi, akan mampu melesat dengan kecepatan tinggi di atas atmospir yang miskin oksigen, yang sebagian cirinya pesawat generasi ke 6 tanpa ekor di badannya dan bisa tanpa awak pengemudi yang dikendalikan dari darat.
Juara di ajang prestigious kompetisi riset teknologi antar Space Agency
Belum lama ini Dwi mendapat anugerah dan kesempatan untuk mengukir prestasi dan mengharumkan Ibu Pertiwi lagi dengan menapakkan kaki di podium tertinggi dalam ajang prestigious kompetisi riset teknologi antar Space Agency (Lembaga Penerbangan dan Antariksa) dari seluruh dunia di Cologne, Jerman.

Kompetisi prestigious antar space agency tersebut diikuti oleh ilmuwan-ilmuwan perwakilan space agency masing-masing negara, antara lain; ESA (Eropa), NASA (Amerika), DLR (ESA/ Jerman), ESTEC (ESA/ Belanda), JAXA (Jepang), UKSA (Inggris), CSA (Kanada), KARI (Korea), AEB (Brazil), INTA (Spanyol), dan negara-negara maju lainnya.

Kompetisi riset tersebut tergolong prestigious karena selain merupakan “privacy-based space agency research competition”, kompetisi tersebut juga menghadirkan topik-topik riset dengan teknologi tinggi (pinnacle of technology category) dan tahapan seleksi masuknya juga tidak mudah.

Sebelum masuk ke tahap final di Cologne, Jerman, para ilmuwan harus melewati tahap seleksi internal di masing-masing space agency.

Top 3 dari masing-masing space agency berhak mengikuti tahap final yang dibagi dalam 3 kategori atau topik yang berbeda, yaitu: Spacecraft Technology, Earth Observation dan Life Support Systems in Space.

Dwi Hartanto menjuarai bidang kategori riset Spacecraft Technology dengan judul riset “Lethal weapon in the sky” atau “Senjata yang mematikan di angkasa”. Dari hasil riset tersebut, beberapa teknologi utama sudah berhasil ia patenkan bersama timnya.

“Sesuai dengan judul dalam risetnya, saya dan team mengembangkan pesawat tempur modern yang disebut sebagai pesawat tempur generasi ke-6 (6th generation fighter jet). Berawal dari keberhasilan saya dan team saat diminta untuk membantu mengembangkan pesawat tempur EuroTyphoon di Airbus Space and Defence menjadi EuroTyphoon NG (Next Generation/ yang sekarang dalam tahap testing tahap akhir) yang mampunyai kemampuan tempur jauh lebih canggih dari generasi sebelumnya dari segi engine performance, kecepatan, aerodinamik serta teknologi (avionik) tempurnya. Keberhasilan tersebut membawa saya dan team untuk meneruskan perkembangan teknologi pesawat tempur ke level berikutnya yang digadang bakal menjadi “era pertempuran pesawat abad baru,” demikian penjelasan Dwi yang gelar bachelornya ia dapatkan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang.

Dengan berbekal penguasaan tekonologi yang mendalam dan matang dalam bidang roket dan jet teknologi, Dwi dan timnya berhasil mengembangkan engine pesawat tempur modern yang mereka sebut dengan “hybrid air-breathing rocket engine”.

Teknologi baru tersebut memungkinkan pesawat tempur generasi ke-6 yang sedang mereka kembangkan untuk melesat di dalam jangkauan atmosfir bumi dan near-space (jangkaun di luar atmosfir, yang tipikal jet tempur generasi sebelumnya tidak dapat terbang karena keterbatasan oksigen). Teknologi ini sangat berbeda dengan teknologi mesin jet lainnya seperti SABRE (Synergistic Air-Breathing Rocket Engine) maupun tipikal Scramjet/ Ramjet konvensional yang masih bermasalah dalam thrust-to-weight ratio serta pengendalian energy yang dihasilkan.

Hybrid air-breathing rocket engine yang mereka kembangkan tersebut mampu beroperasi bergantian dari mode penerbangan level atomosfir ke mode penerbangan near-space atau sebaliknya dengan kecepatan hypersonic (Mach 7-8), yang tentu saja mengalahkan engine performance dan kecepetan pesawat-pesawat tempur generasi ke-5 yang hanya mengandalkan teknologi “afterburner” konvensional.



Ketika ditanya tentang pengalaman yang membanggakan ini, Dwi pun menambahkan: “ada sesuatu yang menarik dari pengalaman ini, yaitu sesaat selepas presentasi, bahkan sebelum saya sempat kembali ke tempat duduk, ada beberapa orang sedang menunggu dan menghampiri saya dengan raut muka sangat serius yang sempet membuat saya bertanya-tanya dalam hati beberapa saat.

Ternyata beberapa orang tersebut adalah perwakilan dari Lockheed Martin dan NASA/ JPL yang tertarik dengan teknologi yang sedang saya dan team kembangkan dan menawarkan kerjasama strategis untuk bersedia masuk dalam program transfer teknologi untuk membantu mengembangkan project di tempat mereka.

Permintaan organisasi kedirgantraan dan perusahaan besar tersebut sedang didiskusikan di level internal ESA dan Airbus Defence and Space karena saya juga berafiliasi dengan perusahaan tersebut, yang notabene adalah saingan dari Lockheed Martin, perusahaan pesawat tempur dari Amerika Serikat.” Bujukan Habibie yang Meluluhkan Hati
Setelah berbincang-bincang tentang teknologi terbaru, Habibie meminta Dwi bersedia membantu negara untuk meningkatkan mutu pendidikan teknologi terbarukan.

Dwi pun menyanggupi permintaan pakar pesawat terbang tersebut. Karena itu, dia bersedia pulang untuk berbagi ilmu dan pengalaman dengan stakeholder pendidikan tinggi di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Dwi juga curhat soal kegetolan pemerintah Belanda menawari dirinya paspor Negeri Kincir Angin. Sejauh ini, doktor bidang aerospace engineering itu mampu menolak dengan halus.

’’Pak Habibie bilang, kalau pemerintah Belanda masih menawari lagi, apalagi mengintimidasi saya disuruh melapor ke beliau. biar beliau yang menghadapi pemerintah Belanda,’’ kenang Dwi.

Habibie mewanti-wanti agar Dwi tetap mempertahankan identitas kewarganegaraannya. Jangan sampai mau pindah kewarganegaraan di Belanda. Perkara berkarya membantu perusahaan internasional atau bahkan membantu pemerintah Belanda, itu sah-sah saja sebagai profesional.

’’Kamu jangan sampai mencabut jati diri dan kewarganegaraan Indonesia-mu,’’ pesan Habibie.Apalagi mengingat kejadian ketika IPTN gulung tikar Amerika dan Eropa serasa mendapat durian runtuk ketika para insyinyur Indonesia pada diaspora kesana, dan beberapa orang sekarang menjadi top management di Eropa dan USA.

Wanti-wanti Habibie itu menguatkan pesan yang disampaikan orang tua Dwi. Setiap pulang ke Jogja, misalnya saat Lebaran, orang tuanya selalu berpesan supaya Dwi tidak lupa asal muasalnya Indonesia.

Pria 28 tahun yang sebentar lagi bergelar profesor itu menyatakan, gencarnya tawaran berpaspor Belanda itu muncul karena riset yang dilakukan sangat sensitif.

Riset-riset Dwi bersama para guru besar dari Technische Universiteit (TU) Delft selama ini menggarap bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), NASA, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), serta Airbus Defence.

Salah satu riset sensitif yang dia garap adalah teknologi roket untuk militer dan misi luar angkasa. Dwi juga menggarap satelit untuk riset luar angkasa serta pertahanan dan keamanan (hankam). Dia terlibat pula dalam penyempurnaan teknologi pesawat tempur Eurofighter Typhoon generasi anyar milik Airbus Defence.

’’Riset bidang itu kan sensitif sekali jika digarap orang dari negara lain,’’ kata ilmuwan muda jenius tersebut.

Kasarannya, potensi untuk menjual hasil riset ke pesaing usaha atau membocorkan pertahanan Belanda ke negara lain sangat memungkinkan. Karena itulah, Dwi berkali-kali ditawari untuk pindah kewarganegaraan Belanda.

Dari riset-riset yang dilakukan, Dwi telah mengantongi tiga paten di bidang spacecraft technology. Sayang, dia terikat kontrak untuk merahasiakan paten tersebut. Dia tidak bisa membeberkan tiga paten itu karena terkait dengan program strategis.

Dia mengaku cukup dilematis saat menolak tawaran pindah kewarganegaraan tersebut. Sebab, biaya kuliah S-2 dan S-3 Dwi di TU Delft dibiayai pemerintah Belanda. Dia tidak ingin dicap sebagai ilmuan yang tidak bisa berterima kasih kepada pihak yang membiayai kuliahnya.

Sarjana Tokyo Institute of Technology itu menegaskan, dirinya tidak memiliki tip khusus saat belajar sehingga mampu meraih gelar doktor dalam usia muda.

Menurut dia, kunci utamanya adalah harus memiliki interest atau ketertarikan pada bidang yang digeluti. ’’Butuh lebih dari passion,’’ ungkapnya.

Dia mencontohkan, ketika menggarap roket pada 2015, dirinya hanya sempat tidur 2–3 jam. Waktunya habis untuk melakukan riset-riset di laboratorium.

Apalagi, risetnya memerlukan perhatian khusus karena terkait dengan kemampuan high qualified. ’’Sama-sama berbasis teknologi.

Bekal lain yang dimiliki Dwi adalah kemampuan di bidang matematika dan fisika.

Saat duduk di bangku sekolah, bungsu dua bersaudara itu memang hobi astronomi. Kemampuan menguasai matematika dan fisika itulah yang mengantarkannya menjadi calon profesor di bidang aerospace engineering dalam usia yang terbilang masih muda.

Sumber: goodnewsfromindonesia.id


Friday, July 7, 2017

Revolusi mobil listrik dan dampak nyata terhadap dunia

Kendaraan listrik mungkin masih jarang terlihat di jalan saat ini. Tapi dalam beberapa dekade kedepan, lebih dari sepertiga dari semua mobil penumpang akan berjalan menggunakan baterai - bukan bensin atau diesel, kata para analis.

Sekitar 530 juta kendaraan listrik bisa melaju dengan tenang di sepanjang jalan raya dan jalan raya dunia pada 2040, Bloomberg New Energy Finance (BNEF) mengatakan pada hari Kamis dalam sebuah laporan baru. Itu naik dari sekitar 2 juta mobil listrik hari ini.

Melihat pasar penjualan mobil baru, kendaraan bertenaga baterai akan membuat kenaikan angka hingga 54 persen di pasar, dibandingkan dengan hanya sebagian kecil sekarang, menurut BNEF. Ramalan ini jauh lebih agresif dari perkiraan 2016, yang melihat mobil listrik akan menyumbang sekitar sepertiga dari penjualan baru pada tahun 2040.

"Revolusi Kendaraan Elektrik akan memukul pasar mobil lebih keras dan lebih cepat dari perkiraan BNEF setahun yang lalu," menurut analis pada hari Kamis dalam siaran persnya.

Seperti perubahan dramatis pada pasar otomotif global akan memiliki manfaat besar bagi iklim - terutama karena turbin angin dan panel surya memberikan peningkatan pangsa listrik yang dibutuhkan untuk mengisi ulang baterai. Jika sepertiga dari mobil listrik itu listrik, yang akan mengganti sekitar 8 juta barel bahan bakar transportasi per hari, kata BNEF.

Analis mengatakan perkiraan kuat mereka disebabkan dua alasan utama.

Pertama, produsen mobil menggandakan komitmen untuk menghasilkan mobil penumpang listrik. Butuh bukti Lihatlah tidak lebih jauh dari berita-berita utama minggu ini misalnya;

Volvo pada hari Rabu mengatakan bahwa mulai tahun 2019, semua model yang diperkenalkannya akan berupa hibrida atau hanya didukung oleh baterai, ini menjadikannya sebagai produsen mobil utama pertama yang "membunyikan lonceng kematian mesin pembakaran dalam." New York Times

Sehari kemudian, pemerintah Prancis mengumumkan sebuah rencana ambisius untuk menghentikan semua penjualan domestik mobil bertenaga gas dan diesel pada tahun 2040. Tesla, produsen mobil listrik yang dipimpin oleh Elon Musk, mengumumkan model massanya, all-electric Model 3 akan mulai dimasukkan dalam lini produksi minggu ini.

Dan kedua, biaya baterai lithium-ion turun lebih cepat dari yang diharapkan berkat peningkatan teknologi dan peningkatan pasokan. Itu berarti mobil listrik tidak hanya akan lebih bersih daripada kendaraan bertenaga minyak tapi juga lebih murah di kebanyakan negara - pada awal 2025.

"Kami melihat titik perubahan penting untuk industri otomotif global di paruh kedua tahun 2020-an," Colin McKerracher, analis transportasi lanjutan pimpinan BNEF, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Prospek BNEF mengasumsikan bahwa kebijakan pemerintah saat ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca knalpot dan mempromosikan transportasi alternatif tetap ada, namun tidak berasumsi bahwa setiap kebijakan baru diperkenalkan. Itu berarti perkiraan jangka panjang mencerminkan bagaimana pasar kendaraan penumpang sendiri bisa berubah saat harga turun, produsen otomotif meningkatkan pasokan, dan konsumen tumbuh lebih nyaman dengan opsi kendaaraan bertenaga baterai.

Meski begitu, revolusi kendaraan listrik bisa dikatakan masih akan mendapat banyak kendala.

Tempat parkir, jalan-jalan kota, dan garasi masih belum cukup dilengkapi dengan peralatan pengisian listrik mobil. Teknologi yang ada juga bisa memakan waktu berjam-jam untuk mengisi baterai penuh, berbeda dengan menghabiskan hanya beberapa menit pada tangki bensin.

Salim Morsy, penulis utama laporan terbaru dari BNEF, mengatakan fakta bahwa banyak orang masih tidak dapat mengenakan biaya di rumah adalah alasan besar mengapa mobil listrik bukan bagian yang lebih besar dari armada mobil global pada perkiraan 2040.

"Ada jalur yang kredibel untuk pertumbuhan kendaraan elektrik yang kuat, namun masih perlu banyak investasi dalam pengisian infrastruktur yang dibutuhkan di seluruh dunia," kata Morsy.

Sumber: Mashable